Sejarah Reggae
Banyak orang yang
belum tahu secara jelas dan secara pasti sejarah musik reggae yang sangat
populer di masa ini. berikut adalah uraian mengenai sejarah musik reggae dari
awal sampai masuk ke tanah air. So check it out!!!
Jamaika hanyalah
titik kecil dalam peta dunia. Tapi dari negeri pulau di Lautan Karibia yang
terjepit Benua Amerika itulah lahir musik reggae. Bob Marley memopulerkan reggae
ke seluruh dunia sampai ke tanah Melayu.
Mari kita simak lirik
lagu reggae Bunglon ciptaan Tony Q Rastafara: "Banyak pahlawan kesiangan mengaku
ikut andil dalam perjuangan/ Banyak juga yang berganti baju, tak pernah punya
urat malu/ Merancang strategi untuk tetap korupsi, pertahankan kolusi/ Bunglon
selalu berubah warna...."
Tony mengaku belajar
menulis lirik lagu dari lagu-lagu ciptaan Bob Marley (1945-1981), legenda reggae
itu. Lirik lagu Bob bermuatan komentar sosial, pemerdekaan sosial, kemiskinan,
perlawanan pada tekanan kekuasaan, seruan tentang hak-hak asasi manusia, cinta,
persaudaraan. Latar sosio-kultural Jamaika ia alihkan ke panggung Indonesia.
"Saya menulis lirik
yang lebih realistis dengan kehidupan di Indonesia. Tapi esensinya sama dengan
lirik Bob Marley. Bukankah kita juga terjajah, tapi oleh kulit yang sama," kata
Tony Q yang memainkan musik reggae sejak akhir 1980-an dan telah menghasilkan
lima album reggae.
Begitulah reggae
masuk negeri Melayu dengan seperangkat kultur yang melahirkannya. Di antaranya
adalah pandangan hidup Rastafari atau Rasta yang banyak memengaruhi kehidupan
Bob Marley dan kemudian terekspresikan dalam lagu.
Di luar materi
dengaran, reggae juga membawa perangkat pendukung rasta. Termasuk di antaranya
adalah simbol-simbol seperti mode rambut gimbal atau dreadlocks sampai simbol
warna merah, kuning, hijau. Ikut terbawa pula gaya hidup serta, dalam taraf
tertentu, pandangan hidup rastafarian.
Sekadar contoh adalah
nama Tony Q Rastafara. Pria kelahiran Semarang tahun 1961 itu aslinya bernama
Tony Waluyo Sukmoasih. Tambahan Rastafara merujuk pada "faham" rastafarian yang
dibawa kultur reggae.
"Tapi saya bukan
penganut rastafarian," kata Tony yang berambut gimbal itu.
Reggae
Reggae muncul sebagai
reaksi kultural atas datangnya gelombang rock ’n roll dan rhythm and blues
(R&B) dari Amerika pada akhir 1950-an. Mula-mula lahirlah musik ska yang
diramu dari unsur rock ’n roll dan rentak Afrika serta Karibia. Seperti rock ’n
roll, ska yang bertempo cepat juga nyaman untuk berjingkrak-jingkrak. Pada era
1960-an, ska mengalami pelambanan tempo. Lahirlah kemudian rocksteady. Salah
seorang musisi yang memainkan rocksteady adalah Bob Marley.
Pada tahun 1963,
produser Jamaika, Coxsone Dodd, meminta pianis Jackie Mitto untuk membuat
komposisi yang lebih lamban, tapi tetap bisa merangsang naluri goyang. Dibantu
drumer Lloyd Knibbs, Mitto melambankan tempo rocksteady. Dalam perkembangan
selanjutnya, proses pelambanan tempo itu melahirkan reggae. Musik ini dicirikan
oleh peran drum dan bas sebagai pengatur tempo. Juga bunyi gitar rhythm sebagai
pemberi ketukan reguler yang perkusif.
Rasta
Kelahiran reggae tak
lepas dari konteks sejarah sosial dan kultural Jamaika sebelum merdeka dari
Inggris pada 6 Agustus 1962. Kondisi psikososial dan kultural Jamaika
prakemerdekaan memunculkan pandangan ideal tentang kondisi negeri damai dan
merdeka.
Masyarakat akar
rumput Jamaika yang didominasi oleh keturunan Afrika mengidolakan segala sesuatu
yang berbau kultur Afrika. Mereka mengimpikan Afrika sebagai negeri pengharapan.
Mereka mengidolakan tokoh seperti Kaisar Etiopia Haile Selassie I. Lahirlah
kemudian apa yang disebut sebagai gerakan Rastafari atau Rasta.
Istilah Rastafari
berasal dari Ras dan Tafari. Ras merujuk pada pengertian gelar kebangsawanan.
Tafari diambil dari Tafari Makonen yang merupakan nama Haile Selassie sebelum
dinobatkan sebagai Kaisar Etiopia. Rastafari merupakan semacam respons dari
pandangan yang mengecilkan kaum kulit hitam Jamaika.
Identifikasi
Afrosentris itu juga jatuh pada pilihan warna hijau, kuning, dan merah.
Kombinasi tiga warna tersebut diambil dari warna bendera Etiopia, merah, kuning,
hijau. Merah melambangkan darah para martir, hijau adalah kesuburan Afrika,
sedangkan kuning merupakan lambang kekayaan dan kemakmuran Afrika.
Warna ini kemudian
menjadi simbol gerakan Rastafari. Pun menjadi warna "wajib" dalam komunitas
reggae di mana pun, termasuk di Indonesia. Sekadar contoh, tiga warna itu
menjadi warna dasar album Indonesian Reggae Revolution. Warna dinding Kafe BB’s
juga didominasi warna merah, kuning, hijau.
Rambut
Gimbal
Rastafari berusaha
hidup dekat dengan alam. Rambut gimbal (dreadlocks) dilihat sebagai bagian dari
kenaturalan. Dalam kultur rasta, rambut gimbal mengandung filosofi. Dalam proses
menjalin rambut hingga menjadi gimbal itu terkandung semacam perjalanan jiwa,
pikiran, dan spiritual. Proses menjalin rambut itu mengajarkan mereka untuk
bersabar.
Rambut gimbal
kemudian menjadi semacam "keharusan" bagi praktisi musik reggae. Katakanlah, ini
seperti penyanyi country yang seakan harus bertopi koboi. Begitu pula pereggae
Melayu seperti Tony Q, Masanis, Anak Agung Juni Antara juga berambut gimbal.
"Tapi, rambut gimbal
ini hanya untuk image. Sekadar fashion reggae yang identik dengan rambut gimbal.
Acuannya ya Bob Marley," kata Tony Q tentang rambut gimbalnya.
Reggae
Melayu
Reggae, seperti
dikatakan etnomusikolog Jacob Edgar, merupakan jenis musik yang mudah
beradaptasi dengan beragam lingkungan kultural. "Orang bisa meramu
getaran reggae dengan musik lokal untuk menciptakan sesuatu yang berasa reggae
yang unik," kata Edgar yang menjadi etnomusikolog tamu bagi perusahaan rekaman
Putumayo.
Jangan heran jika di
Indonesia berkembang reggae dari beragam unsur etnis. Tony memasukkan unsur
laras pelog dalam lagu reggae Damai Surga. Ia juga menempelkan cita suara
talempong, musik tradisional Minang, pada lagu Pesta Pantai. Selain itu, Tony
juga menggunakan vokal gaya Batak.
"Saya mencoba
memasukkan notasi lokal ke dalam lagu reggae, dan ternyata pas," kata Tony.
Tony juga menulis
lagu reggae dalam bahasa Jawa berjudul Witing Tresno Jalaran Saka Kulino—awal
cinta karena terbiasa. Belakangan dalam album Salam Damai, ia menulis lagu dalam
bahasa Sunda, Paris Van Java.
Seniman reggae Bali
bahkan membuat album reggae berbahasa Bali. Legend Band, misalnya, pada tahun
2004 menelurkan reggae mebasa (berbahasa) Bali. Belakangan Joni Agung dengan
Double T Band-nya membuat album reggae Bali Melalung yang laku 15.000 kopi.
"Orang tak peduli
bahasa apa yang kami pakai. Buktinya, bule-bule yang mendengarkan lagu mebasa
Bali yang kami mainkan tetap bergoyang asyik," kata Sila Sayana, vokalis Legend
Band.
Mungkin ada benarnya.
Lagu Tony Q berjudul Pat Gulipat bahkan dimuat dalam album Reggae Playground
terbitan "Putumayo World Music" yang diedarkan secara internasional.
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusWah bagus sekali artikelnya Reggae
BalasHapus